Salah satu kartu dalam permainan kartu
“ILLUMINATI” ; Pengurangan populasi penduduk
dunia merupakan agenda zionis, program KB
hanyalah salah satu cara untuk mencapai tujuan
tsb. Dalam Kitab Zohar ada sebuah ayat yang
menarik. “ Angka Kelahiran Non Yahudi harus
ditekan sekecil mungkin ”. Ayat ini menjadi
landasan teologis untuk mengekang laju
pertumbuhan ghoyim (orang-orang non Yahudi).
Karenanya, tidak aneh program “dua anak lebih
baik” itu diluncurkan rezim Orde Baru era 70-an
yang sedang mesranya dengan Barat.
Indonesia tidaklah sendiri. Di China mereka
menjalankan Program Kebijakan Satu Anak atau
jìhuà shēngyù zhèngcè. Di negeri samba, orang-
orang menyebut KB dengan Planejamento
Familiar . India juga menjalankan program sama,
mereka menyebutnya National Population Policy .
Lalu siapakah Tokoh Yahudi modern yang
‘berjasa’ menjalankan ayat Zohar dalam konteks
praksis itu? Namanya memang tidak setenar
Darwin, tapi gagasan Evolusionis tokoh Atheis itu
merujuk padanya. Betul seperti dugaan anda, pria
itu bernama Thomas Robert Malthus (1766-1834)
Thomas Malthus, sejatinya adalah seorang pakar
demografi Inggris sekaligus ekonom politik yang
paling terkenal karena pandangannya yang
pesimistik namun sangat berpengaruh tentang
pertambahan penduduk.
Malthus beranggapan bahwa pertumbuhan
sumber daya manusia tidak simetris dengan
potensi sumber daya alam. Dalam An Essay on
the Principle of Population (Sebuah Esai tentang
Prinsip mengenai Kependudukan), Malthus
membuat ramalan bahwa jumlah populasi akan
mengalahkan pasokan makanan. Kondisi ini
menurutnya akan menyebabkan berkurangnya
jumlah makanan per orang. Pada titik inilah
kekacauan akan terjadi. Dan apa yang diramalkan
Darwin dengan nama Survival for the fittest akan
menjadi keniscayaan.
Anehnya solusi yang ditawarkan Malthus untuk
meredakan kemelut itu seakan menyelisihi Islam,
yakni apa yang ia sebut sebagai preventive
checks atau penundaan perkawinan. Malthus juga
mengusulkan bahwa manusia tidak perlu memiliki
banyak anak. Ide Malthus itu kini malah
dikampanyekan oleh salah satu lembaga KB di
Indonesia dengan pemeran salah seorang artis
ternama. Menurut mereka menikah dini
berbahaya dan dua anak lebih baik.
Pada gilirannya, ide Malthus yang masih
sederhana dibuat menjadi praktis oleh kalangan
Barat. Maka, muncullah kondom dari Maria
Stopes (1880-1950). Alih-alih digunakan sebagai
bagian dari kontrasepsi, namun dalam
perkembangannya kondom justru dikampanyekan
sebagai alat transaksi seks bebas.
Islam sebagai agama mulia sepanjang zaman
telah mengatur persoalan ini. Bahwa banyaknya
anak bukanlah petanda kemiskinan seperti yang
digembar-gemborkan Malthus dan kronco
Yahudinya di PBB.
Yang menjadikan sebagian manusia mengalami
kemiskinan atau krisis pangan justru adalah
Kapitalisme Rostchild. Mereka lah yang
berbondong-bondong mengeruk kekayaan negara-
negara berkembang dan ketiga demi mewujudkan
New World Order. Mereka juga yang membuat
negara-negara miskin semakin melarat berkat
tipu daya IMF melalui pinjaman hutang seperti
menimpa Indonesia.
Jadi buat apa umat muslim khawatir memiliki
banyak anak? Bukankah Rasulullah SAW pernah
bersabda, “ Nikahilah perempuan yang penyayang
dan dapat mempunyai anak banyak karena
sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab
banyaknya kamu dihadapan para Nabi nanti pada
hari kiamat ” [Shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban
dan Sa’id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik].
Jangankan manusia, binatangpun mendapat
rezeki dari Allah. “ Dan tidak ada satu binatang
melata pun di bumi melainkan Allah yang memberi
rizkinya. ” (QS 11 : 6). Betul jadi kata Aa Gym,
“ Kenapa kita takut akan rezeki Allah, gajah aja gak
sekolah gemuk-gemuk. Plankton yang hidup
didasar laut saja diberi rezeki, bagaimana dengan
kita sebagai makhluk hidup yang mulia? ”
Namun, sebaik-baiknya mereka membuat makar,
maka hanya Allah sebagai pihak berkuasa.
Hingga kini, jumlah umat muslim di Eropa dan
Amerika menlonjak drastis. Melihat fenomena ini,
bisa jadi Yahudi sedang gigit jari atau paling
tidak frustasi hingga menembak puluhan manusia
seperti Teroris Breivik di Norwegia. Allahua’lam.
(Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi)
Hamka : Yang Menjalankan KB hanyalah Orang
yang Lemah Rasa Agamanya
Allah memberi peringatan agar jangan membunuh
anak karena takut kemiskinan dan kepapaan
didalam ayat Al An’am 151 , ayat ini
mengingatkan jangan membunuh anak karena
hidup miskin, khawatir anak tidak terbelanjai.
Karena perbuatan yang demikian itu hanya bisa
terjadi pada orang jahiliyah yang kepercayaannya
kepada pertolongan Allah yang sangat tipis.
Sedangkan lanjutan ayat ini Allah bersabda
:”Kamilah yang memberikan rezeki kamu dan
kepada mereka.” Yaitu sesuai dengan apa yang
telah dijaminkan Allah di dalam surah 11, surad
Hud ayat 6, bahwasanya tidak ada suatu makhluk
yang melata, merangkak, berjalan, di atas bumi
ini melainkan sudah ada jaminan rezekinya di sisi
Allah dan telah diketahui dimana dia akan tinggal
dan dimana dia akan dikubur kelak.
Itu sebabnya maka pegangan hidup yang pertama
tadi ialah percaya kepada Allah dan jangan
mempersekutukan yang lain dengan Allah.
Karena kepercayaan kepada Allah menimbulkan
cahaya dalam hati, inspirasi dalam mencari
usaha kehidupan.
Bagi pendidikan anak sendiripun sangat
berbahaya kalau orangtuanya membayangkan
bahwa kedatangannya di dunia ini hanyalah
semata mata akan memberati hidupnya.
Di zaman jahiliyah benar benar ada orang yang
membunuh anak karena takut akan miskin.
Sampai sekarang masih terdapat bangsa yang
miskin menjual anaknya karena tidak mampu
memberi makan. Tetapi ada lagi yang lebih
buruk, yaitu meracun jiwa anak sendiri dengan
memberikan didikan yang salah, karena
mengharapkan “jaminan hidup” . Orang yang
menyerahkan anaknya masuk sekolah Kristen,
karena pengaruh pendidikan sekuler yang
mengajarkan bahwa hidup itu teratur ialah meniru
perilaku orang barat, dan agama orang barat itu
ialah Kristen. Ini membuktikan pendidikan jiwa
“budak” itu setelah tanah air ini merdeka masih
belum hilang sama sekali.
Berkata Al Hakim :”Termasuk di dalam minuman
semacam obat untuk menggugurkan kandungan”
Berkata pengarang kitab Al Hakam : “ Wajiblah
atas seorang perempuan yang telah terputus
haidnya supaya berjaga jaga jangan sampai dia
meminum obat obat yang dikhawatirkan akan
dapat meyebabkan gugur kandungannya.”
Sehubungan dengan ini, teringatlah kita kepada
program dunia modern yaitu “Keluarga
Berencana” yaitu usaha menjarangkan kelahiran
anak; atau usaha memperkecil jumlah anak
karena takut akan miskin.
Program tersebut lahir karena kecemasan kalau
kalau perbandingan di antara penduduk dunia
atau penduduk suatu negeri tidak seimbang
dengan persediaan makanan. Maka pemerintah
suatu negeri yang merasa tidak berdaya memberi
makanan yang cukup itu berusaha
mempropagandakan keluarga berencana (KB)
atau kelahiran manusia dibatasi. Untuk itu
diadakanlah obat obat pencegah hamil, ada yang
berupa pil atau kapsul dan ada pula yang berupa
operasi kecil pada alat kelamin, dan ada juga
berupa suntikan.
Setelah KB ini popular di seluruh dunia, terutama
sekali dipropagandakan dalam Negara yang
ekonominya lemah, maka timbullah gejala gejala
lain yang tidak diinginkan, sebab perhitungan
ekonomi atau perhitungan bertambah besarnya
jumlah penduduk tidak seimbang dengan
perbentengan rohani. Dipergunakan obat anti
kehamilan itu untuk menahan kelahiran hubungan
seksual diluar nikah. Di dalam kota kota besar
terdapatlah gadis gadis dan para pemuda yang
belum menikah menyimpan pil pil anti hamil, agar
kalau berzina jangan sampai mengandung.
Dan dalam kenyataannya pula ialah bahwa pada
orang orang yang masih kuat agamanya, kuat
imannya dan teguh kepercayaannya kepada
jaminan hidup dari Allah, propaganda KB tidaklah
begitu diyakini. Yang menjalankan KB hanyalah
yang telah lemah imannya dan rasa agamanya.
Perempuan perempuan yang menuruti kehidupan
modern merasa bahwa anak anak itu sangat
menghalangi langkahnya untuk bergerak kemana
mana buat bercengkrama, bertemu dengan
kawan, bergaul bebas, keluar pelesir. Sehingga
dengan demikian itu kian lama jelas bahwa
tujuan pertama dari KB tidak tercapai, tetapi
nyatanya KB diteruskan juga, bukan lagi karena
tekanan ekonomi, tetapi untuk “menutup malu”
yang telah tercoreng pada keningnya kehidupan
modern. (Hamka)
Dari Berbagai Sumber